Minggu, 10 Mei 2009

Guru Ruhani Sejati 26 - Guru dan Murid, Dunya, Akhirat, dan Peradaban Teknologi

Bagian 26
Guru dan Murid, Dunya, Akhirat, dan Peradaban Teknologi
Maulana Shaykh Hisham Muhammad Kabbani


Ketika Sayyidina 'Ubaidullah al-Ahrar mursyid ke-20 dalam Silsilah Emas Tareqah Naqshbandi, memerintahkan seorang murid beliau untuk pergi ke sebuah gunung untuk menunggu beliau. Sang murid menaatinya karena Islam berarti ITTIBA', "MENGIKUTI". Lebih khususnya, mengikuti jalan para Shaykh atau Guru yang akan membawa Anda menuju Jalan Nabi SAW. Anda adalah seorang murid. Jika Anda seorang murid, maka Anda mesti memiliki seorang Guru.

Harus ada seorang guru dan harus ada pula seorang murid. Jika kita mengikuti trend dari banyak 'ulama saat ini yang mengatakan bahwa mereka mengajari "tulaab al-'ilm" (siswa atau murid dari ilmu), maka kita pun mesti menerima akan perlunya memiliki seorang guru. Seperti halnya suatu bangunan atau gedung harus memiliki atap atau langit-langit, seorang guru pun harus memiliki murid, dan seorang murid harus memiliki seorang guru.

Melanjutkan cerita tadi, Sayyidina 'Ubaidallah berkata pada muridnya, "Pergilah, aku akan datang." Sang Murid pun pergi, hanya berpikir, "sang Shaykh berkata 'Pergi', maka aku pun pergi". Waktu Maghrib pun tiba, dan Sang Shaykh belum tiba. Ia (sang murid) pun menunggu. Hari berikutnya, sang Shaykh masih juga belum datang. Sang Murid mulai untuk makan buah-buahan yang ada sampai tak ada lagi makanan yang tersisa. Satu minggu berlalu dan sang Shaykh pun masih belum datang. Satu bulan berganti menjadi tiga bulan.

Berlalu pula musim penghujan dan musim kemarau. Hari demi hari berlalu, namun sang Mureed tetap menunggu dengan penuh kesabaran baik dalam guyuran air hujan yang lebat maupun dalam cuaca buruk lainnya. Dan saat salju mulai turun, bumi pun membeku dan ia tidak menemukan apa-apa untuk dimakan. Tapi Allah, Yang Maha Pemurah, mengirimkan baginya seekor rusa. Rusa itu datang di pagi hari, dan sang mureed memerah susu darinya, dan ia pun puas dan bersyukur sepanjang hari. Ia paham benar akan ayat, "Ma khalaqta al-jinna wal ins illa li ya`buduna la ureedu minhum min rizq wa la ureed an yut'imoon". "Tidaklah Aku ciptakan Jinn dan Manusia kecuali untuk menyembah-Ku. Aku tidak meminta dari mereka rizki, tidak pula Aku minta mereka untuk memberi makan pada-Ku".

Allah menyediakan bagi mureed ini karena ia adalah seorang PENGIKUT yang baik yang
menginginkan untuk membangun akhirat-nya lebih dari keinginan lain apa pun. Allah menyediakan makanan untuk memberinya energi. Makan, bukanlah sekedar suatu jawaban terhadap perasaan lapar secara biologis. Makan menyediakan bahan bakar bagi tubuh Anda untuk beribadah. Anda harus memulai setiap makan dengan niat untuk memperoleh energi bagi ibadah. Dan Anda harus menggunakan energi ini untuk membangun Akhirat Anda.

Jika Anda memperhatikan baik-baik pesan ini, dan mengikuti Sunnah untuk membangun akhirat Anda, Allah akan membuat Anda merasa puas dan kenyang sekalipun dengan hal yang paling kecil dan sederhana. Sang mureed tadi menunggu kedatangan Shaykh-nya selama tujuh tahun. Ia minum susu dari rusa tadi setiap hari dan kemudian membaca Quran. Hewan-hewan akan berkumpul di sekelilingnya untuk mendengar dhikr-nya dan mendengar bacaan ayat-ayat Quran, dan mereka pun menjadi amat jinak.

Kebalikannya, kita, adalah hewan-hewan liar dan buas - bahkan terhadap satu sama lain. Kita mesti meninggalkan Shaytan dan mengikuti Rahman. Kita mesti mengingat akan sang mureed yang demikian bahagia hanya dengan hal-hal dan kenikmatan yang amat sederhana, dan para pendahulu kita juga bahagia hidup dalam gubuk-gubuk yang hanya diterangi dengan minyak dan lilin. Jika tenaga listrik mati untuk beberapa menit saja saat ini, tentu kita akan merasa susah. Mereka bahagia hanya mengendarai kuda atau keledai, atau malah hanya berjalan kaki.

Mereka mengukur jarak dengan hitungan berapa jam yang diperlukan untuk bepergian dengan kuda atau keledai. Sekarang, Allah telah mengaruniai kita dengan pesawat terbang dan mobil yang cepat. Benda-benda ini membuat kita bahagia, untuk suatu waktu, tapi pada akhirnya kita menjadi sama saja dengan mereka yang telah wafat mendahului kita. Hidup mereka, di waktu mereka, dan hidup kita di waktu kita saat ini adalah sama. Jika kita tidak menggunakan waktu yang telah dikaruniakan Allah bagi kita untuk membangun akhirat kita, maka akhirnya kita akan merugi.

Akhirat tidak dapat dibangun dengan teknologi, atau dengan apa yang sekarang dinamai peradaban. Akhirat hanya bisa dibangun dengan amal salih, amal kebajikan, suatu perbuatan yang dilakukan pada kehidupan ini, tapi terlaksana demi akhirat. Pertemuan yang saat ini kita lakukan mungkin termasuk perbuatan semacam itu. Ada begitu banyak pertemuan dan majlis seperti ini di seluruh dunia. Banyak orang yang duduk di antara salat Maghrib dan 'Isha' dan berdizkir mengingat Allah SWT dan mengingat serta menyebut Nabi SAW.
Alhamdulillah dengan dukungan spiritual dari Rasulullah sallalLahu 'alayhi wasallam melalui silsilah dari para Shaykh kita, yang merupakan suatu transmisi dari seorang Grandshaykh dari Grandshaykhnya, dan seterusnya hingga kembali menuju Nabi sallalLahu 'alayhi wa sallam - kita dapat datang berkumpul, duduk bersama, mendengar dan kemudian pergi.

Tapi seandainya pertemuan kita ini tidak membuahkan apa pun maka ia adalah suatu pertemuan yang tak bermanfaat. Banyak pohon yang tumbuh tapi tidak berbuah, yang merupakan pohon feral. Tapi, untuk pohon-pohon yang tumbuh dan mengeluarkan buah, kita menyebut mereka berbuah, berguna. Jika pertemuan-pertemuan ini tidak menolong kita untuk memperbaiki akhirat kita, maka kita hanyalah menghabiskan waktu belaka.

Kita berdoa, "Yaa Rabbi, peliharalah kami pada jalan yang lurus, peliharalah kami pada jalan Nabi Muhammad sallallahu 'alayhi wasallam. Buatlah kami agar mengikuti Sunnah beliau. Lemparkanlah dari dalam hati kalbu kami "hubb ad-dunya" - cinta akan dunia. Penuhi hati kalbu kami dengan "hubb al-akhira", kecintaan akan akhirat, kehidupan selanjutnya. Jauhkan dari kalbu kami "shahwat al-haram", keinginan akan hal-hal terlarang, dan penuhi hati kalbu kami dengan "shahwat al-halal", keinginan akan apa yang diperbolehkan bagi kami. Karuniakan pada kami adab dan akhlaq yang luhur dan bersihkan dari diri kami segala adab dan akhlaq yang buruk." Semoga Allah memberikan jalan terbaik untuk membangun akhirat kita dan untuk mengikuti bimbingan dan petunjuk dari Shuyukh kita dan bimbingan petunjuk dari Sayyidina Muhammad sallalLahu 'alayhi wasallam.

Wa min Allah at Tawfiq Bi hurmatil Faatihah. (Naqshbandi-Haqqani Sufi Order)

Catatan :
*** Islam berarti ITTIBA', "MENGIKUTI". Lebih khususnya, mengikuti jalan para Shaykh atau Guru yang akan membawa Anda menuju Jalan Nabi SAW. Anda adalah seorang murid. Jika Anda seorang murid, maka Anda mesti memiliki seorang Guru. (dan ini bukan yang dimaksud dengan taklid buta).

*** ketika kita menempuh padang pasir yang belum kita ketahui saja kita memerlukan seorang penunjuk jalan, bagaimana dengan perjalanan spiritual? tentu kita perlu seorang mursid/guru. Mursyid yang hakiki yang telah mencapai makrifat. Awliya Allah dengan kita manusia biasa tentu berbeda. Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengatakan, siapa yang tanpa mursyid, gurunya adalah setan. Apakah dengan membaca buku saja cukup sebagai guru kita? apakah kita sudah bisa memahami? Mungkin ilmu bertambah tetapi pemahaman tidak bertambah. Dengan guru hakiki kita akan dibawanya mencapai pemahaman.

Wa min Allah at Tawfiq



Dikutip dari http://mevlanasufi.blogspot.com

Arsip Blog